Langsung ke konten utama

BU, DEWASA ITU MENAKUTKAN



Aku memperhatikan bagaimana diriku terus tergerus waktu. 

Seorang anak kecil yang dulunya selalu merindukan taman bermain. 

Kini sudah tumbuh menjadi dewasa yang penuh logika dan matematika.

Semuanya berjalan begitu cepat.


Sesekali aku ingin kembali menjadi bocah cengeng yang merengek di pangkuan pahamu, bu...

Tak kukira tangisku yang dulu hanya sebatas tak kau belikan sesuatu, atau tak kau ajak pergi, kini sudah menjadi tangis yang banyak rumitnya.

Menjadi dewasa itu melelahkan bu..


Semua mimpimu tentangku, masih terpasung rapi di pundakku.

Aku masih belum bisa membahagiakanmu dengan banyak.

Sering aku berdiri di tengah-tengah ocehan di kepalaku, kepanikan di mataku.

Serta rasa takut kehilangan.

Mengingat usiamu yang sudah di ambang senja.


Aku melihat usia sedang memilah warna

di rambutmu bu. Hitam-putih, rontok di ubin rumah.

Betapa rentanya usiamu sekarang.

Tanganmu yang sudah keriput itu.

Ialah tangan yang dulu menyisiri rambut ku.

Kakimu yang langkahnya sudah mulai lemah.

Ialah kaki yang dulu mengantarku ke sekolah.


Bu, aku masih ingin sembunyi di pelukmu. Lalu, medengarkan dua, tiga hikayat dongeng pengantar tidur darimu.

Aku masih ingin mendengar suara indahmu yang memarahiku, karna kenakalanku.

Bu, aku tetaplah bayi kecil yang dulu sering naik ke pundakmu.


Sekarang aku sudah dewasa bu, tidak lagi merengek meminta permen atau cokelat, lalu menangis jika tidak diberi. Lututku sudah tidak lagi terluka. Dulu lukanya di kaki, sekarang di hati.


Ternyata menjadi dewasa itu gak enak ya bu. Banyak aturannya.

Susah mengekpresikan perasaan.

Selalu di tuntut untuk mengerti, selalu diminta untuk mengalah.

Udah gak bisa egois lagi, kaya anak-anak.

Ada banyak ekspetasi yang harus di wujudkan, ada masa depan yang harus di perjuangkan.


Bu, kulihat kepalan tanganmu tak lagi kuat.

Kulihat jalanmu tak lagi tegak.

Matamu merabun, merimpuh dengan selaksa peristiwa yang ada di dalamnya.

Bu, aku ingin bilang anak kecilmu ini telah banyak belajar dari tungkai-tungkai semangat yang kau persembahkan.

Hidup yang brengsek dengan segala pertanyaan yang tak ada habisnya.

Katamu, jika aku tidak keras dengan diri sendiri, bagaimana mungkin dunia ini bisa bersambut dengan lembut.

Katamu, jika aku tidak siap dengan segala proses. Bagaimana mungkin aku bisa menemukan hal-hal yang luar biasa.


Benar katamu bu, banyak di luar sana yang menawarkan nyaman untuk di jadikan singgah yang seolah-olah sungguh.

Aku sempat terjatuh berulang kali.

Aku ini lalai dan ceroboh bu.

Padahal sudah jelas, berharap kepada manusia ibarat menggantung asa di antara bahagia dan kecewa.

Lagi-lagi katamu, hidup selalu menuntut kita ke arah sana nak. Berjalan sesuka semesta. Mematahkan senyum, mengoyak malam, membumbui malam hingga larut dalam semu yang di dambakan.


Dan hanya Ibu lah yang selalu menerima ku apadanya, ketika dunia mengiris sayat di nadiku.

Ibu yang tak pandang mengapa, sosok yang penuh cinta dan kasih.

Selalu bersanding dengan banyak alasan untuk di terima.

Ketika pulang hanya karena tidak di terima manusia lainnya. Keadaan akan seperti itu dalam duniannya.

Ibu dan segala dalam dirinya adalah bab lama yang akan selalu nyaman di ceritakan.

Sesekali marah, menasehati dengan nadi tinggi. Lantas kemudian menawarkan makanan. Sebab kadang menyampaikan sayang yang keterlaluan melibatkan blablabla... yang membosankan. Padahal intinya pelajaran. Baik nya di telan pelan-pelan. Ibu lebih banyak tahu, sampai barang yang hilang saja bisa ketemu.

Apa lagi secuil masalah problematika menjadi dewasa yang ku keluhkan.

Baginya selalu ada jawaban.

Meskipun kadang hanya usapan tangan di pundak dan ucapan sabar yang berkali-kali di tekankan.


Bu, usiamu memang tak lagi muda.

Fisikmu memang telah banyak berubah.

Tapi, kasih sayangmu masih sama.

Semakin diriku dewasa, semakin aku mengerti dari semua pengorbananmu selama ini.

Ibu adalah pahlawan kemanusian yang pertama memperjuangkan semuanya.

Takkan pernah bisa untukku membalas semua jasamu bu.

Kasihmu sepanjang masa, hanya memberi dengan cuma-cuma tanpa mengharap kembali.


Ibu adalah segalanya bagiku.

Pilar kekuatan dalam keluarga, sabar dan bijaksana.

Terimakasih malaikat tanpa sayapku.

Berkatmu aku ada sampai saat ini.

Semoga lama hidupmu di sini bu.



-Lingga Annar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seandainya Saja

Seandainya saja kamu mengerti, bahwa setiap perkataan adalah doa dan setiap perbuatan akan ada balasan. Termasuk menyakiti hati yang sedang berusaha membahagiakan. Seandainya saja kamu pun tahu, bahwa sudah seharusnya kau berubah jadi versi terbaikmu, meski kata itu sekarang bukan untuk diriku. Tapi kuharap tiada lagi korban dari permainanmu. Seandainya saja kamu mengingat, di mana masa lalu masih melekat dengan erat. Waktu itu kamu dan aku bertemu di tempat sepi yang kuberi nama ruang rindu. Hingga akhirnya kita saling mengenal. Meskipun akhirnya cerita kita belum sempat selesai. Seandainya saja kamu pernah merasakan apa yang aku rasakan sekarang, tentang kenangan yang harus kembali hilang. Meskipun akhirnya, di sini aku yang lagi-lagi tersakiti. Seandainya saja kamu bisa jadi aku. Untuk merasakan sakit yang aku rasa karenamu. Tentang seseorang yang selalu menangis, karena orang yang aku cinta, begitu tega menikam dan bertingkah sangat sadis. Seandainya kamu mengerti diamku. Bukan ber...

RASAKU

Hariku indah, ketika kicauan burung menyapa merdu di telinga. Ketika hujan terang, muncul lah pelangi. Ketika kamu menyapaku dengan puisi. Yang berkedok pengagum rahasia.  Lucunya cerita itu jika kuingat-ingat..  Dan lebih lucunya aku tak merasa kalau puisi yang kamu tulis ditujukan untukku. Yahh... Bisa di bilang aku makhluk yang tak peka..   Padahal kamu tak tahu di hati ini berharap. Kapan ya, aku punya pengagum rahasia? Kapan ya, aku dibuatin puisi romantis? Kataku dalam hati..  Perkenalan tanpa sengaja  Ocehan yang tak berfaedah Gurauan yang sangat receh Itu saja sudah berkesan..  Apalagi sekarang saat kita berbincang via suara..  Tanpa kita sadari dari musibah  Kita semakin dekat dan melekat Semakin berhasrat dan memikat. Rasa yang semakin besar berkobar Tanpa sadar cinta kita pun semakin mekar. Wahai tuan Kau tahu rasaku semakin tak karuan Jiwaku tak beraturan, karena cintamu bikin aku kecanduan Aku tersesat dengan cintamu Aku terbuai ...

Senja yang Cemburu

Senja yang Cemburu Pada gemintang yang merayu Memeluk senja begitu syahdu Mencintai adalah tentang rasa Pertemuan kita ibaratkan cinta Bayang semu seperti kata ikatan  Genggaman tangan seolah menjauh  Senyum dan tawamu sebuah saksi  Kata merelakan tidak pernah ada  Yang ada hanya sisa cemburu Perihal rasa yang tak bertemu Apakah kamu pernah melihat  Kumbang yang tak bersayap ia begitu pesakitan dengan lukanya,  selayaknya seorang kekasih  yang kehilangan pelukan hangat cinta Andai semuanya masih sama  Mungkin tempat ini akan berbeda Tidak lagi terkutuk pada kesendirian. Indie Sunandri, 2023