L : Pada suatu malam.
Disebuah cerita senandika masa silam
Dia temukan suatu hikayat begitu kejam
Menceritakan pahitnya luka yang kini terbungkam.
Laki - laki itu harus bermuram
Dalam cinta yang harus selalu terpendam
Membisu dalam sebuah diam.
Pada kisah elegi yang kini menjadi memoriam.
P : Pada suatu kesunyian
Disebuah cerita rumah tak bertuan
Dia temukan coretan tentang kesepian
Menceritakan pahitnya rasa kesendirian.
Wanita itu harus menahan kesakitan.
Bersama sebuah suara disertai jeritan.
Berteriak mengisi sebuah kekosongan
Pada sebuah semiotika kehancuran.
L : Wahai wanita yang sampai saat ini menjadi akasnya pertautan.
Masihkah terbesit di pikiran ?
Tentang hadirku yang pernah menjadi kenangan.
P : Apa maksudmu tuan ?
Aku tak mengerti apa yang engkau bicara kan.
L : Tahukah engkau puan.
Aku disini masih mencintaimu dalam kesendirian.
Pernahkah terbesit dihatimu bahwasannya aku masih mencintaimu puan.
P : Hahaha laki - laki.
Pandai sekali menanamkan janji
L : Janji ?
P : Ya janji, kau dahulu berjanji akan menemuiku di rumahku ini.
Tapi apa yang ku jumpai ?
Hanya sebuah kabar yang kini buat hatiku rasakan nyeri.
L : Mengapa kau jawab seperti itu puan ?
P : Beginilah laki - laki tak pernah sadar akan kesalahannya sendiri.
L : Tidak usah berbelit puan.
Jabarkan saja sejelasnya.
Jangan kau berikan sebuah teka teki yang harus ku pecahkan.
P : Disini ku tahu sebesar itu cintamu.
L : Apa maksudmu ?
P : Cukup tuan, jangan lagi kau bilang cinta.
Jika dirimu saja mudah menyerah mengartikan sebuah ucapan yang ku katakan.
Sesungguhnya orang yang mencintai akan berusaha sekuat mungkin untuk mencari tahu, bagaimana caranya membuat wanita sepertiku bisa luluh atas cinta yang kau katakan itu.
Karena aku sudah tak butuh lagi sekedar ucapan, yang ku mau adalah pembuktian.
L : Apa yang harus ku lakukan untuk menunjukan bukti cintaku itu puan ?
P : Jadilah dirimu sendiri.
L : Aku sudah menjadi diriku sendiri
P : Kau telah lupa diri tuan
L : Lupa diri apa maksudmu ?
P : Lihat siapa dirimu ?
Kau sudah tak lagi sendiri seperti dulu.
Kau sudah bukan kekasihku melainkan kekasih halal wanita lain.
L : Tapi aku menikah dengannya bukan atas dasar rasa cinta.
P : Hahahaha, Itulah lelaki.
Kau bilang bukan atas dasar rasa cinta tapi kau memiliki buah cinta kau dengannya.
Sudahlah tuan aku muak mendengar ucapan yang terlontar darimu.
Sebab hanya diisi janji, janji, dan janji tanpa ada pembuktian nyata darimu.
L : Lantas aku membuktikannya harus seperti apa ?
P : Berhentilah melukai wanita yang sedang bersamamu.
Aku wanita, dia juga wanita.
Jika kamu memang mencintaiku, simpan rasa cintamu itu dan belajarlah mencintai siapa yang sekarang bersamamu.
Karena mau se bebal apapun dirimu memaksakan kehendak hubungan kita akan tetap terhalang buku pernikahan.
L : Baik jika itu bisa jadi pembuktian rasa cintaku padamu.
Maaf jika aku masih mengharapkanmu puan.
Aku pamit, biarkan ku kubur rasa ini dalam diam.
P : Itu akan lebih baik tuan.
"Sebuah kisah cinta yang harus terhalang buku nikah".
_Coretan sampah_
_Riadi komara_
_Tasikmalaya, 18 Agustus 2023_
Komentar
Posting Komentar