Bu, mengapa kini aku menemukan bau mu
pada rindu yang mencuat di langit-langit kamar
pada lipatan baju-baju dalam almari merah hati
juga pada teh melati yang kini ku seduh sendiri
Bu, bukankah dapur harusnya penuh akan riuh mu?
Bukankah beranda isinya peluk
yang ruah saat menyambut ku?
Bukankah meja makan adalah tempat
kau mengisi piringku penuh?
Bu, ada pondasi rumah yang goyang saat kau hilang
Lantai kita retak
Atap kita bocor
Ayah setengah gila menatap potret mu di atas nakas
Sementara adik tak lagi mau bicara pada siapa-siapa
Bu, mengapa pergi menjadi jalan istirahat yang kau pilih?
Aku harus terus pergi bekerja Bu
Aku harus menghabiskan banyak waktu muda ku
Mengapa begitu egois kau minta aku mengganti posisimu?
Bukankah katamu aku harus mencari laki-laki yang baik?
Membawanya ke rumah, mengenalkannya padamu?
Bukankah kau selalu bercerita
betapa kau tak sabar melihat aku segera menikah?
Bukankah di setiap bertambah usia
doamu adalah memintaku selalu diberi suka cita?
Bu, kembali lah
Lelahnya di pangkuan ku saja
Jangan terlalu jauh sampai tempatnya Tuhan
Ayah tidak mampu memantau, adik tidak bisa menggapai
Bu, kembalilah
Di sini saja, akan ku-suapi makan
Jangan khawatir tentang tulang ikan,
sudah aku pisahkan
Bu, kembalilah
Jangan marah padaku dengan meninggalkan
Bu, kembalilah
Jangan bawa tawaku hilang
Bu, kembalilah
Bagian bahagia kita sedang dalam perjalanan
Ibuku Hilang–
25/12/22
Derana Reva
Komentar
Posting Komentar