Akulah hujan yang tak dikehendaki musim,
Namun terpaksa jatuh pada basah tanah yang salah.
Akulah angin yang tak direstui gunung.
Namun terpaksa bertiup pada getas pohon yang ranggas.
Akulah ubin yang tak selaras dengan gebar, yang terinjak melenggana.
Akulah afeksi yang kau agihkan, saat khawatir berkali-kali kau rapalkan.
Aku masih melihatmu di jantung kalimat pada epilog, yang menumbuhkanmu dari rahim diksi.
Aku masih menunggumu di antara "kata", Yang mengawali "kita".
Dan aku masih mengiringmu, di rute jalan yang kau tapaki sehasta.
Aku hanyalah seuntai kata yang ingin menjadi prakata.
Dan menggambarkan jelas indahnya sang nabastala.
Aku adalah aku yang kau kenal sama seperti dulu.
Dan tak pernah lekang di telan sang waktu.
Sedangkan Kau adalah susunan kata dari suatu perumpamaan. Bijak, sederhana, lugas, tetapi memiliki makna yang begitu dalam.
Kau adalah kiasan kata, yang memberi rasa keindahan dari setiap penekanan kalimat penting yang tersampaikan.
Kau adalah plot cerita yang tak terduga serta metafora yang sulit di mengerti.
Kau adalah diksi, dari setiap pilihan kata di dalam puisi yang selalu ingin kuselami.
Kau adalah hiperbola, dari sebuah kata kagum yang pernah membuat aku menjatuhkan hati.
Kau adalah analogi, ketika aku tidak bisa menggambarkan tentang apa itu kebahagiaan.
Dan aku adalah sekumpulan aksara luka, yang tercipta dari genangan kata kita yang hampir.
Begitulah, aku dan kamu kini menjadi kita.
Kita yang saling melengkapi antara luka maupun bahagia.
Kita yang saling mendukung untuk tetap bersama.
Dan kita ialah renjana yang memiliki hati yang kuat. Serta amerta yang selalu haus kasih sayang.
Begitulah, aku dan kamu yang kini selaras dalam kata kita.
Aksara senja, 22 Agustus 2023
- Riadi komara
- Gadis kecil(Cha)
- Lingga anar
Komentar
Posting Komentar