Ada jiwa yang terpenjara
dalam raga yang sedang tertawa.
di kala sunyi tiba-tiba menerpa.
Lalu sebuah kenangan hadir datang menyapa.
membawa percikan sebuah rasa,
yang pernah terluka dengan goresan kecewa.
Iya lunglai menerjemahkan rasa.
Ketika usai berkali-kali ia reka.
Lalu ia menyerah dengan putus asa.
Membiarkan kecamuk merasuk di kepala.
Beberapa figura gambaran masalalu pecah
Menari-ria.
Membawa sejuta rindu yang meronta.
Tubuhnya meringkih.
Angkara murka di dalam dirinya ter-iris pedih.
Satu-persatu benawatnya runtuh, menangis perih.
Dan lihatlah,
yang tertinggal disini adalah segala sepi yang terbuang.
Hati yang patah.
Lebam, yang membiru.
Sunyi yang membisu.
Hanya ada lagu-lagu lara, juga sebatang rokok, kopi dan kecupan manis yang merasa kehilangan.
Malam ini, temani aku bercerita. Tentang
Rindu yang tak lagi menemukan wujudnya.
Tentang janji yang meranggas dalam sumpahnya.
Tentang realita yang membunuh harapannya.
Tentang cinta yang mendustai kasihnya.
Untuk segelas kopi yang tumpah, tak sempat terteguk.
Maaf, rasa pahitmu telah kalah dari nyeri dalam dada.
Untuk sebatang rokok yang siap dengan pemantiknya.
Maaf, racunmu yang cukup untuk membunuh. Telah kalah dari duka yang mengalir di dalam darah.
Kali ini pergilah sejauh mungkin.
Enyahlah kau bersama bulan yang perlahan mengundurkan diri dari malamnya.
Aku masih mencari-cari, mengumpulkan kepingan-kepingan kita yang kau patahkan.
Biar aku kubur sendiri di dalam ingatanku.
Sungguh aku tiada mendendam.
Aku hanya mengutuk keras penghianatan yang kau berikan.
Ketika, cinta yang kucurahkan dengan sungguh. Kau tikam aku untuk kedua kalinya tepat di dada.
Kau hebat menyembunyikannya, ketika mataku menilik memandangmu satu-satunya.
Tetapi, aku hanya kau jadikan salah satunya.
Celakanya, kau masih bisa berdalih.
Kemudian memojokkanku kuat. Semua kalimat yang kau lontarkan dengan tegas.
Kau mengkambinghitamkanku supaya dirimu tak terlihat jahat. Kurangnya aku menjadi alasan kepergianmu.
Padalah bukan aku yang tak cukup, melainkan kau yang tak pernah merasa cukup.
Setelah ini, kau akan dapati daun-daun jatuh hasil gubahan gerimis yang kau pasung di dadaku.
Dengan isak yang sesegukan. Aku raib di telan nelangsa.
Tak akan lagi kau temukan aku ketika penyesalan menemukanmu.
Tetaplah bahagia untuk kalian berdua pemeran panggung distraksi. Yang telah berhasil memainkan skenario paling sopan di pentas drama.
Meski alur cerita bisa membosankan, musik pengiring hikayat bisa berubah-rubah.
Jangan ada pemeran figuran yang lain lagi. Yang diam-diam kau bawa di antara kalian.
Jaga dia baik-baik.
Cukup aku yang kau curangi.
Cukup aku yang kau campakkan.
Cukup aku yang meneguk segelas kopi pahit di kala pagi yang sayu, siang yang terik, dan malam yang muram.
Berikan dia gula dalam racikan terhebatmu.
Sebab, ketika ia jengah ia akan selalu membutuhkan bercangkir-cangkir senyumanmu yang genit.
-Lingga Annar
Komentar
Posting Komentar