Langsung ke konten utama

WANITA GILA

 


Aku terbangun sambil berupaya menyapa pagi dengan sangat payah. Lubang rindu makin hari kian menganga pada dadaku. Hingga aku menerka-nerka, mungkin ia mampu menyerap seluruh dunia jika dibiarkan sedikit saja lebih lama.

Satu persatu warna hilang. Penglihatan ku makin merasa semuanya terlihat sama. Membosankan, tak menarik. Tak membahagiakan, hampa.


Pusaran kecewa berputar membesar di kepala. Mengapa? Mengapa? Mengapa? Adalah tanya yang lagi-lagi urung menemui jawabnya.


Mustahil bertanya pada yang hilang. Tak ada.


Maka dengan itu aku terseok-seok menyongsong hari yang nir-warna. Sedetik tertawa, kemudian turun air mata. Kemungkinan besar, sudah gila.


"Mungkin karena masih baru. Besok pasti lebih mudah." desahku menguatkan diri. Tapi malah terdengar seperti tengah menipu diri sendiri.


Tawa nyaring menggema ditelan langit-langit kamar. Sesak yang menyerang paru, menciutkan napas hingga tersengal.


Aku tidak mampu Tuhan.


Demikian kata-kata lesap bersama gemerutuk gigi yang kian menguat. Gusi berdarah terasa besi di lidah. Jadi, makin-makin aku tertawa.


Kiranya begini mengasihi kasih yang salah. Terjerembab dan patah adalah hal yang lebih banyak dituai daripada bahagia. Ego semerta-merta sirna. Memohon pada hal salah menjadi benar di mata yang buta. 


Asalkan bersama. Itu mantranya.

Padahal kehilangan nilai. Tersepak-sepak sebab dianggap sampah.


Asalkan bersama.

Getir pahit tahan dimakan tanpa apa-apa.


Asalkan bersama.

Tenggelam rasanya bukan apa-apa.


Asalkan bersama.

Menderita pun bisa dirasa tidak mengapa. 


Begitu aku terus memanjat hari menuju hari. Merangkak. Menggeliat di tengah badai labil-mu yang tak punya reda.


Seakan-akan punya harapan, padahal selalu paham akan ditinggalkan.


Bahu yang bergetar makin kencang nyatanya tak mengembalikan pecahan kaca pada ujung gelas. Rubik rasamu terlalu sulit dibalikkan.


Di tengah nyanyian duka yang berkelindan di udara, aku meraup bau kulitmu yang tertinggal serupa harum dupa. Mungkin ini sembahyang sebelum nestapa. Mungkin juga rasa terima kasih masih dibolehkan berduka.


Maka lutut akhirnya luntur ke lantai jua. Pula telapak tangan, serta merta kepala.


Aku berusaha.

Demi Tuhan, aku telah sangat berusaha.


Wanita Gila–

03/08/23

Derana Reva

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seandainya Saja

Seandainya saja kamu mengerti, bahwa setiap perkataan adalah doa dan setiap perbuatan akan ada balasan. Termasuk menyakiti hati yang sedang berusaha membahagiakan. Seandainya saja kamu pun tahu, bahwa sudah seharusnya kau berubah jadi versi terbaikmu, meski kata itu sekarang bukan untuk diriku. Tapi kuharap tiada lagi korban dari permainanmu. Seandainya saja kamu mengingat, di mana masa lalu masih melekat dengan erat. Waktu itu kamu dan aku bertemu di tempat sepi yang kuberi nama ruang rindu. Hingga akhirnya kita saling mengenal. Meskipun akhirnya cerita kita belum sempat selesai. Seandainya saja kamu pernah merasakan apa yang aku rasakan sekarang, tentang kenangan yang harus kembali hilang. Meskipun akhirnya, di sini aku yang lagi-lagi tersakiti. Seandainya saja kamu bisa jadi aku. Untuk merasakan sakit yang aku rasa karenamu. Tentang seseorang yang selalu menangis, karena orang yang aku cinta, begitu tega menikam dan bertingkah sangat sadis. Seandainya kamu mengerti diamku. Bukan ber...

RASAKU

Hariku indah, ketika kicauan burung menyapa merdu di telinga. Ketika hujan terang, muncul lah pelangi. Ketika kamu menyapaku dengan puisi. Yang berkedok pengagum rahasia.  Lucunya cerita itu jika kuingat-ingat..  Dan lebih lucunya aku tak merasa kalau puisi yang kamu tulis ditujukan untukku. Yahh... Bisa di bilang aku makhluk yang tak peka..   Padahal kamu tak tahu di hati ini berharap. Kapan ya, aku punya pengagum rahasia? Kapan ya, aku dibuatin puisi romantis? Kataku dalam hati..  Perkenalan tanpa sengaja  Ocehan yang tak berfaedah Gurauan yang sangat receh Itu saja sudah berkesan..  Apalagi sekarang saat kita berbincang via suara..  Tanpa kita sadari dari musibah  Kita semakin dekat dan melekat Semakin berhasrat dan memikat. Rasa yang semakin besar berkobar Tanpa sadar cinta kita pun semakin mekar. Wahai tuan Kau tahu rasaku semakin tak karuan Jiwaku tak beraturan, karena cintamu bikin aku kecanduan Aku tersesat dengan cintamu Aku terbuai ...

Senja yang Cemburu

Senja yang Cemburu Pada gemintang yang merayu Memeluk senja begitu syahdu Mencintai adalah tentang rasa Pertemuan kita ibaratkan cinta Bayang semu seperti kata ikatan  Genggaman tangan seolah menjauh  Senyum dan tawamu sebuah saksi  Kata merelakan tidak pernah ada  Yang ada hanya sisa cemburu Perihal rasa yang tak bertemu Apakah kamu pernah melihat  Kumbang yang tak bersayap ia begitu pesakitan dengan lukanya,  selayaknya seorang kekasih  yang kehilangan pelukan hangat cinta Andai semuanya masih sama  Mungkin tempat ini akan berbeda Tidak lagi terkutuk pada kesendirian. Indie Sunandri, 2023